loading...

Sinopsis Jodha Akbar episode 490 by Sally Diandra

Sinopsis Jodha Akbar episode 490 by Sally Diandra. Malam hari, Salim sedang berada diistal kuda dan mengajak kudanya berbicara “Aku tidak bisa tidur dan ternyata kamu juga tidak bisa tidur, kalau begitu bagaimana kalau kita jalan jalan ? Kamu selalu memberikan aku kedamaian” tepat pada saat itu Anarkali menghampirinya “Untuk kedamaian kamu, aku datang keisini” Salim menoleh dan terkejut melihat kehadiran Anarkali diistal kuda dengan obor ditangannya “Aku harus menemuimu”, “Aku tidak punya harapan untuk bertemu denganmu” dalam hati Salim senang Anarkali mau menemuinya “Bagaimana aku tidak bisa menemui kamu, kamu akan pergi berperang untuk kesultanan Mughal maka aku harus memberikan kamu harapan untuk berperang”, “Kenapa kamu memberikan aku harapan ?” Salim merasa penasaran dengan ucapan Anarkali “Karena aku ingin kamu kembali dengan selamat dari perang” Salim tersenyum “Itu tidak menjadi masalah, jika aku hidup atau mati setelah berperang” Anarkali menutup mulut Salim dengan jemarinya “Jangan katakan seperti itu lagi, itu merupakan masalah bagiku”, “Jika itu menjadi masalah bagimu lalu kenapa kamu tidak mengatakannya ? Mengapa kamu tidak mengatakan bahwa kamu juga mempunyai perasaan yang sama seperti aku ? Jika kamu mengatakannya sekali saja maka aku akan meninggalkan semuanya untuk kamu, istana ini, tahta ini, semuanya !” Anarkali terkejut “Itu yang tidak aku JA logo 100inginkan, aku ingin kamu menang dalam perang nanti dan memiliki kebahagiaan dalam kehidupanmu”, “Kebahagiaanku terletak pada kebahagiaanmu, dengan memenangkan cintamu akan menjadi kemenanganku yang terbesar” mata Anarkali berkaca kaca memandang Salim “Tapi aku hanya akan memberikanmu penderitaan”, “Jika hal ini terjadi maka aku akan kembali dengan selamat, untuk itu cukup buatmu datang untuk bertemu denganku bahkan setelah perintah dari Yang Mulia” tiba tiba ada suara yang mengusik kebersamaan mereka “”Kamu harus segera pergi dari sini sebelum ada seseorang yang melihatmu, kamu nanti bisa dihukum dan aku tidak bisa menghadapi kenyataan itu” ketika Anarkali mau pergi meninggalkan Salim “Aku ingin kamu menunggu aku kembali dari perang”, “Baiklah, aku akan pergi” ujar Anarkali sambil menangis dan meninggalkan Salim disana lagu Rabba is pyar mein mulai terdengar.

Keesokan harinya Jalal berserta anak anaknya dan pasukannya sudah siap untuk pergi berperang, sebelum pergi, Jodha melakukan ritual aarti dan tilak ke pedang Jalal “Aku berdoa semoga kalian semua segera kembali setelah menang dalam berperang dan selamat dalam perjalanan” ujar Jodha, kemudian Hamida mengikat tali suci ke lengan Jalal “Ibu berdoa semoga Tuhan selalu melindungi kamu, Jalal” kemudian Jodha melakukan ritual aarti untuk anak anaknya yang akan ikut Jalal berperang “Birbal, Todar Mal kalian berdua tetap diistana untuk mengurus semuanya diistana”, “Baik Yang Mulia” Birbal dan Todar Mal melepas kepergian Jalal dan pasukannya “Aku akan kembali segera, Ratu Jodha” Jodha menganggukkan kepalanya “Ibu akan berdoa untukmu, Jalal”, “Ibu, aku juga berdoa ketika aku kembali nanti, semuanya akan baik baik saja antara ibu dan Ratu Jodha” Jalal sangat berharap ibunya bisa berubah “Jika semuanya baik baik saja maka hari ini tidak akan ada, ingatlah selalu bahwa Raja Iran itu selalu menolong kita” ujar Hamida ketus “Aku harus meladeni pertanyaannya ketika dia mencampuri urusan keluargaku, ibu ... Ratu Jodha tolong jaga ibu baik baik” Jodha menganggukkan kepalanya kembali, Jalal memberikan salam pada semua keluarganya dan bergegas meninggalkan istana dengan pasukannya. Mereka semua melepaskan kepergian Jalal dan pasukannya dengan perasaan haru “Hari ini semua laki laki dalam keluargaku telah pergi untuk berperang, perang yang sebenarnya bisa saja dihentikan oleh Ratu Jodha” Jodha terkejut mendengar ucapan ibu mertuanya “Jika kamu mengubah agamamu maka semua ini tidak akan terjadi, jika terjadi sesuatu pada keluargaku maka aku tidak akan memaafkan kamu, Jodha !” ujar Hamida ketus kemudian berlalu dari sana, Jodha kaget sementara Rukayah tersenyum senang.

Narator : “Dengan berlalunya waktu, Jalal pergi menuju ke medan perang, dilain sisi Jodha berusaha untuk menghibur ibu mertuanya tapi Hamida sangat kesal dengan Jodha, semua wanita di Hareem mulai bergunjing tentang mereka”

“Aku tidak setuju denganmu, Jodha !”, “Tapi ibuuu ...”, “Jangan panggil aku ibu ! Aku adalah Mariam Makani untuk kamu !” suara Hamida mulai meninggi “Aku suka mendengar sebutan ibu dari orang yang menghargai aku, jangan panggil aku ibu mulai sekarang !” nada bicara Hamida terlihat serius, Hamida kemudian pergi meninggalkan Jodha, Jodha benar benar sangat terluka.

Rombongan Jalal akhirnya tiba dimedan pertempuran, mereka mendirikan tenda untuk beristirahat, semua pasukannya telah siap berbaris untuk mendengarkan pidatonya, seluruh anak buah kepercayaannya juga ada disana berserta anak anaknya “Besok kita akan berperang, aku mengucapkan terima kasih pada kalian semua yang telah mengikuti perintahku, besok kita tidak akan bertarung seperti seorang prajurit atau raja akan tetapi kita akan bertarung untuk kesatuan, kita semua akan saling melindungi satu sama lain, seluruh prajurit diminta untuk melindungi prajurit yang lain disekitar kalian ! Angkat pedangmu untuk meyakinkan kemenangan dalam pikiranku !” Jalal memberikan semangat pada para prajuritnya dengan berapi api “Aku sebenarnya sedih harus mengumumkan perang ini, aku memerintahkan kalian semua untuk tidak membunuh musuh kita, jika kamu harus mempertahankan dirimu sendiri untuk melindungi prajurit yang lain maka kamu boleh membunuh musuh kita tapi kita semua tahu bahwa musuh kita juga mempunyai keluarga yang menanti kepulangan mereka pula, kita hanya akan meladeni mereka, kita tidak menyerang mereka terlebih dahulu !” ujar Jalal lantang, kemudian meninggalkan pasukannya masuk kedalam tendanya kembali, semua prajurit mengelu elu kan namanya “Hidup Yang Mulia Jalalludin Muhammad Akbar ! Hidup Yang Mulia Jalalludin Muhammad Akbar ! Hidup Yang Mulia Jalalludin Muhammad Akbar !” sepeninggal Jalal, Abu Fazal salah satu menteri kepercayaan Jalal berkata “Sekarang kalian pergi dan beristirahatlah !” semua pasukan akhirnya bubar menuju ke tenda mereka masing masing “Mereka para musuh kita tidak akan berfikir sekali saja sebelum membunuh kita maka kenapa kita harus memikirkan mereka ?” Murad merasa aneh dengan pernyataan Jalal barusan ke pasukannya “Perang adalah bertarung dengan harga diri dan moral, dan perang kali ini untuk harga diri kita, Murad” Salim mencoba memberikan penjelasan “Perang kali ini akan memberikan kedamaian dihati kita” Maan Sigh juga ikut menimpali pembicaraan mereka.

Di istana kerajaan Mughal, dikamar Jodha, Jodha sedang merias dirinya dibantu oleh Moti didepan meja rias “Moti, aku telah mengirimkan sebuah surat untuk Yang Mulia, pasti surat itu sudah sampai ditangannya” ujar Jodha sambil tersenyum senyum sendiri

Di medan pertempuran, salah seorang prajurit datang lalu memberikan sebuah surat yang dikirimkan Jodha ke Jalal, surat itu diberikannya ke Maan Sigh, karena ada kesibukan yang lain yang harus segera Maan Sigh lakukan maka Maan Sigh menyuruh Salim untuk memberikan surat itu ke Jalal “Salim, tolong berikan surat ini ke Yang Mulia Raja ya !”, “Tapi kakak ...” belum selesai Salim bicara, Maan Sigh sudah pergi meninggalkannya, Salim merasa ragu ragu dan canggung untuk memberikan surat itu ke Jalal namun akhirnya Salim memberanikan dirinya masuk ke tenda Jalal. “Salam, Yang Mulia” Jalal membalas salam Salim sambil mengasah pedangnya untuk pertempuran besok, kemudian Jalal menghampiri Salim yang berdiri didepannya “Ada apa ?”, “Ini Mariam Uz Zamani mengirimkan sebuah surat untuk anda” Jalal mengambil surat itu dari tangan Salim dan tersenyum senang “Hubungan antara suami dan istri adalah sebuah hubungan yang khusus”, “Yaa, aku akan pergi sekarang, anda harus segera membacanya secara pribadi” ketika Salim hendak meninggalkan Jalal, Jalal segera menghentikannya “Tapi tidak ada yang pribadi untuk kamu, karena pada kenyataannya kamu adalah bukti cinta kami berdua, tolong bacakan surat ini untukku” Salim kaget dan tidak percaya, tak lama kemudian Salim membaca surat Jodha “Salam Yang Mulia, keadaan disini semuanya baik baik saja tapi aku sangat merindukanmu disetiap detik, kamu selalu ada didalam hatiku sepanjang waktu, semua orang diistana juga merindukanmu, kami semua berdoa untuk kemenanganmu, aku berharap kamu melindungi para pangeran kita, khususnya Salim karena dia tidak menikmati kebersamaan denganmu ketika dia kecil dulu, jadi manjakan dia, aku sangat berharap keretakan hubungan antara kalian berdua segera berakhir” Salim masih terus membaca surat Jodha, sementara Jalal yang mendengarkannya hanya senyum senyum senang “Disini diakhir surat ada tulisan yang tertulis I LOVE U, aku tidak tahu apa itu artinya ?” Salim merasa bingung dengan kata terakhir Jodha untuk Jalal, Jalal hanya tersenyum senang mendengarnya “Aku tahu maksudnya”, “Jadi anda berbicara dengan Mariam Uz Zamani dengan bahasa isyarat ?” Salim merasa penasaran dengan kata terakhir Jodha tersebut “Ini adalah bahasa cinta, Sekhu ... ketika kamu jatuh cinta nanti maka ayah akan mengatakannya padamu, sekarang pergilah dan tidur” Salim tersenyum sambil memberikan surat Jodha ke Jalal kemudian pergi meninggalkan Jalal yang masih tersenyum senyum gara gara surat Jodha.

Diistana di Agra, Hamida sedang ngobrol dengan Salima dan Gulbadan dikamar Hamida sambil bermain catur “Salima, aku selalu berdoa siang dan malam untuk keselamatan Jalal” tepat pada saat itu Rukayah mengajak Jodha untuk bergabung bersama mereka “Ayooo, Ratu Jodha, kita masuk kedalam, kita main catur bersama sama”, “Tidak Ratu Rukayah, sepertinya ibu tidak menyukai aku” saat itu mereka berdua ngobrol didepan pintu keluar, sesekali mereka mengintip kedalam melihat Hamida yang sedang duduk disana “Tidak akan terjadi apa apa, Ratu Jodha, ayooo laah” Rukayah memaksa Jodha untuk masuk kedalam kamar tersebut, melihat kedatangan mereka, paras wajah Hamida langsung berubah masam “Aku akan bermain catur lain waktu saja, aku pergi dulu” Hamida segera berdiri dan hendak pergi “Ibuu, ibu meninggalkan setengah permainan” Rukayah mencoba membujuk Hamida “Aku tidak selera lagi untuk bermain catur !”, “Ibu, bisakah ibu menghilangkan kemarahan ibu ? Ampunilah Ratu Jodha, maafkanlah dia” Rukayah pura pura mendukung Jodha “Lupakan tentang permintaan maaf ! Jika seseorang mendukung dia maka aku tidak akan suka ! Jika kamu menjadi juru bicaranya maka aku berfikir bahwa kamu akan melawan aku juga !” Hamida tetap dengan prinsipnya yang tidak mau mengajak Jodha bicara dalam keadaan apapun “Ratu Rukayah, tidak apa apa, aku tidak ingin kamu dan ibu jadi bertengkar hanya gara gara aku.” Jodha mencoba menengahi pembicaraan Rukayah dan Hamida “Aku akan menghadapi kemarahan ibuku tapi aku tidak pernah bermaksud untuk menyakiti siapapun”, “Bagus kalau begitu ! Itu lebih baik !” ujar Hamida ketus dan meninggalkan mereka semua, Jodha sangat terluka dengan perlakuan ibu mertuanya. Sinopsis Jodha Akbar episode 491 by Sally Diandra.

.

Bagikan :
Back To Top