Sinopsis Jodha Akbar episode 494 by Sally Diandra. Dikamar Jodha, Jodha bertanya pada Moti ketika Moti masuk kekamarnya dan menemuinya “Moti, bagaimana keadaan ibu ?” Moti semula ragu ragu mengutarakan apa yang telah dia dengar tapi Jodha terus memaksa Moti untuk mengatakannya “Dia tidak bertanya tentang kamu, Jodha dan juga kesehatannya saat ini masih belum membaik, katanya dia tidak akan makan apapun sampai Yang Mulia kembali pulang ke Agra” Jodha sedih mendengar penjelasan Moti “Hal ini tidak benar, aku akan bicara dengan ibu” Moti menggelengkan kepalanya dan mencegah Jodha untuk keluar menemui Hamida “Dia tidak akan mendengarkan kamu, Jodha” Jodha menangis sedih dan duduk dikursi, Moti mencoba menghiburnya dan merangkulnya “Aku merasa tidak berdaya, Moti ... aku tidak bisa melihat penderitaannya”, “Jangan khawatir, Jodha ... semuanya akan baik baik saja” Moti berusaha menghibur Jodha “Yang Mulia, dimana kamu saat ini ? Cepatlah kembali, aku sangat membutuhkan kamu” Jodha menangis sedih merindukan sosok Jalal.
Dilain pihak, Jalal keluar dari tendanya bersama Maan Sigh, dia melihat para prajuritnya yang sedang diobati luka lukanya, Jalal juga melihat Murad sedang diobati luka dilehernya, Jalal segera menghampiri Murad “Jangan khawatir, aku akan mengobati lukamu, Jalal segera mengobati luka Murad dan membalutnya, tak lama kemudian Salim datang kesana bersama kuda kesayangannya “Salam, Yang Mulia ... satu negara kembali bergabung dengan kita, selamat Yang Mulia”, “Selamat, Sekhu Baba ... hanya satu negara lagi yang tertinggal untuk bergabung dengan kita” semua prajurit mengelu elukan nam mereka, Jalal mengucapkan terima kasih dengan melambaikan tangannya, tiba tiba Salim memegang tangan Jalal, Salim melihat ada luka ditangan ayahnya, kemudian Salim mengobati luka Jalal dengan salep “Anda adalah raja kami, jadi anda harus dalam keadaan baik, Yang Mulia” ujar Salim sambil membalut luka Jalal, Jalal sangat berterima kasih padanya dan tersenyum bangga melihat perlakuan Salim padanya. Tak lama kemudian Jalal masuk kedalam tendanya sendiri dan mengambil surat yang dikirimkan Jodha untuknya kemudian memeluk erat surat tersebut “Dengan alasan inilah aku membawa anak anakku berperang, Ratu Jodha ... hal ini pasti akan segera terselesaikan, sebesar kamu merindukan aku, sebesar itu pula aku juga sangat merindukan kamu, Ratu Jodha” ujar Jalal sambil tersenyum senang sambil memeluk surat Jodha dengan penuh cinta.
Diistana kerajaan Mughal, Jodha keluar dari kamarnya dan berjalan disepanjang lorong didalam istana, Jodha teringat ketika Hamida ambruk tidak sadarkan diri didepannya, juga ketika dirinya diusir dari kamar Hamida karena Hamida tidak mau bertemu dengan Jodha, Jodha sedih bila mengingatnya, Jodha kemudian terduduk disalah satu kursi yang terletak disana, dari kejauhan Aram Bano yang melihat ibunya sedang menangis, segera menghampirinya “Kenapa ibu menangis ?”, “Ibu tidak apa apa, sayang” Aram Bano kemudian mengusap airmata yang membasahi pipi Jodha “Ibu tidak boleh menangis” Jodha memangku anak bungsunya itu dan mencium keningnya lembut, Aram Bano sedikit membuat Jodha melupakan kesedihannya. Keesokan harinya Hamida mencoba menemui Hamida dan memberikan minuman padanya, Hamida hanya diam saja tidak bergeming dan hanya menatap Jodha dengan marah, Salima segera menengahi, kemudian mengambil gelas yang dibawa Jodha dan diberikannya ke Hamida, sementara Jodha pergi meninggalkan mereka, Hamida mau minum gelas yang dibawa Salima. Jodha sangat sedih sekali dengan perlakuan ibu mertua yang telah dianggapnya sebagai ibu kandungnya sendiri, ketika hendak berlalu menjauh dari kamar Hamida, Salima memanggil Jodha diluar pintu kamar “Ratu Jodha !” Jodha segera menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang “Ada apa Ratu Salima ?”, “Ratu Jodha, aku harap kamu bisa mengerti akan perlakuan ibu tadi, ibu saat ini sedang kesal dengan dirimu, berilah waktu agar perasaan ibu tenang kembali dan bisa menerima dirimu kembali seperti biasa” Salima sebenarnya merasa kasihan pada Jodha karena Jodha dipersalahkan oleh semua orang “Aku bisa mengerti, Ratu Salima ... aku tidak apa apa, aku mohon diri” kemudian Jodha berpamitan dan berlalu dari tempat itu
Narator : “Waktupun terus berlalu, hari berganti hari, Jalal akhirnya memenangkan peperangan melawan sekutu sekutu Iran dan dilain pihak Jodha juga dalam masalah, semua orang menduga Jodha telah melakukan kesalahan”
Dinegara Iran, Raja Iran mengetahui bahwa Jalal telah memenangkan peperangan dengan musuh musuhnya dimana yang selama ini bersama dengan negara Iran dan sekarang satu per satu telah pergi dari sisinya, salah seorang prajurit menginformasikan pada raja Iran “Mereka telah memaksa negara negara tersebut untuk mengijinkan rakyat mereka untuk berziarah, Yang Mulia”, “Berita buruk akhirnya datang juga !” tak lama kemudian Raja Kankar yang bernama Kurb menemui Raja Iran “Kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan ?”, “Aku harus memenangkan perang melawan Jalal, aku tahu kalau dia adalah ksatria yang hebat dan tidak pernah kalah dalam berperang” ujar Kurb “Aku juga ingin mendengar bahwa kamu juga tidak kalah dalam perang ini dan dalam kehidupanmu juga ! Kamu juga harus menang perang kali ini dan kami akan membimbingmu dalam perang” perintah raja Iran “Jangan khawatir, Yang Mulia ... aku pasti akan menang !” ujar Kurb optimis..
Di Agra, Jodha sedang berada di kuil Dewa Kali bersama beberapa pelayan dan prajuritnya, Jodha sedang melakukan pemujaan dan berdoa untuk Dewi Parwati / Kali “Dewi, aku mohon ... sembuhkanlah ibu mertuaku sesegera mungkin dan buatlah Yang Mulia segera kembali pulang ke Agra, aku mohon ... tolong berikanlah kebahagiaan pada bangsa kami lagi” doa Jodha. Ketika Jodha dalam perjalanan pulang dari kuil menuju ke istana, Jodha menyuruh prajuritnya untuk menghentikan iring iringan tandunya, ketika dilihatnya ada keramaian didepan. Jodha keluar dari tandunya dan menemukan pasukan Mughal sedang membagi bagikan barang barang “Apa yang mereka lakukan ?”, “Kami sedang membagi bagikan uang untuk para istri yang suaminya terbunuh atau saudaranya tewas dimedan perang” salah satu prajurit menginformasikan ke Jodha “Bantulah mereka dalam segala hal” perintah Jodha, tiba tiba seorang perempuan berkata “Tidak usah berbelas kasihan pada kami, Mariam Uz Zamani, anak anakku dan suamiku telah terbunuh dimedan perang, ini semua tidak akan terjadi jika kamu telah mengubah agamamu, banyak orang telah terbunuh karena kamu !” tiba tiba perempuan yang lain juga menimpali pembicaraan mereka “Selama ini Ratu Jodha telah mengajarkan kebaikan pada kita, dia telah melakukan hal yang benar dengan tidak mengubah agamanya, kami bangga bahwa suami kami tewas dalam pertempuran untuk kesultanan Mughal” Jodha menatap mereka semua dengan haru dan meninggalkan mereka, kemudian pulang ke istana bersama para prajurit dan pelayannya.
Dikamar Jodha, Jodha sedang merenung di depan jendela kamarnya menatap kearah keluar, Rukayah yang masuk ke kamarnya dan memperhatikannya sedari tadi segera menghampiri Jodha “Ratu Rukayah, bagaimana keadaan ibu ?”, “Ibu masih tegang dan setress setelah mendengar banyak prajurit yang terbunuh dimedan perang” Jodha sangat sedih mendengarnya “Jangan bicara seperti itu Ratu Rukayah”, “Semua ini bisa dihentikan jika kamu mengubah agamamu tapi sekarang semuanya sudah terlambat, tidak ada yang bisa menghentikan ini semua, ibu tidak mau makan apapun, aku selalu berdoa suatu saat nanti ada keajaiban yang terjadi” ujar Rukayah kemudian berlalu meninggalkan Jodha dan menengok sekilas sambil tersenyum sinis dan meninggalkan Jodha seorang diri, Jodha mencoba berfikir apa yang harus dia lakukan.
Aram Bano dan Jodha berada diluar kamar Hamida “Aram Bano, kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan ?” Aram Bano mengangguk “Aku akan mengerjakan tugasku, ibu” Jodha kemudian memberikan sepiring buah apel ke Aram Bano, Aram Bano membawa piring tersebut kemudian meninggalkan Jodha dan memasuki kamar Hamida, sementara Jodha menunggu diluar kamar Hamida dengan harap harap cemas. Saat itu Hamida sedang terbaring lemah ditempat tidurnya, Aram Bano mendekatinya dan duduk diatas tempat tidur “Salam nenek” Hamida segera membuka matanya ketika dilihat cucunya datang menemuinya “Aku membawa buah buahan untuk nenek, nenek mau kan makan bareng aku ?”, “Nenek tidak makan, sayang” suara Hamida terdengar lemah “Aku sudah capek capek membawa buah apel ini cuma buat nenek, nenek nggak mau memakannya, bukankah nenek menyayangi aku ?” Aram Bano pura pura merajuk ke Hamida “Iyaaa nenek sangat menyayangi kamu, sayang dan nenek juga tahu kalau kamu juga sangat mencintai nenek”, “Ibu juga sangat mencintai nenek, itulah sebabnya ibu mengirimkan buah buahan ini untuk nenek” Hamida merasa jengkel mendengarkan ucapan Aram Bano “Kamu memang keras kepala Aram Bano dan aku adalah nenekmu maka aku akan lebih keras kepala daripada kamu ! Nenek tidak akan makan !” Aram Bano akhirnya menyerah karena tugasnya meminta neneknya makan telah gagal, kemudian Aram Bano berpamitan dan keluar dari kamar Hamida.
Dimedan pertempuran, Jalal sedang menikmati minumannya bersama dengan anak anak dan para menterinya yang ikut berperang “Para prajuritku semuanya telah bertarung sangat bagus pada semua peperangan yang kita lalui dan besok akan menjadi perang kita yang terakhir melawan Kurb !” ujar Jalal, kemudian menikmati arak bersama sama anak buahnya “Kita akan segera menang dan akan merayakannya di Agra !” ujar Rahim optimistis “Aku dengar bahwa Kurb itu ksatria yang hebat” Murad juga ikut menimpali pembicaraan mereka “Aku yang akan memenangkan perang ini, aku yakin itu tapi kita tidak akan menyerang mereka sebelum mereka menyerang kita terlebih dahulu” perintah Jalal kemudian mereka bersulang demi kemenangan mereka.
Diistana, di Agra ... Aram Bano keluar dari kamar Hamida, Jodha yang sedari tadi mondar mandir diluar pintu kamar menunggu Aram Bano dengan gelisah segera menyambut anak bungsunya itu “Bagaimana sayang ? Apakah nenek mau makan ?”, “Tugasmu tidak bisa aku laksanakan ibu, nenek itu ternyata lebih keras kepala daripada aku” Jodha merasa sedih mendengarnya dan berfikir cara apalagi yang harus diperbuatnya agar ibu mertuanya ini mau makan. Sinopsis Jodha Akbar episode 495 by Sally Diandra.