loading...

Sinopsis Jodha Akbar episode 486 by Sally Diandra

Sinopsis Jodha Akbar episode 486 by Sally Diandra. Salim dan Qutub sedang berjalan jalan dengan kuda mereka masing masing menuju ke pasar, dalam perjalanan Salim berkata ke Qutub “Yang Mulia meminta aku untuk bekerja dibawah perintah Murad, aku tidak suka ini, bagaimana jika dia tidak percaya dengan kemampuanku diperang ?”, “Jika dia melakukan hal itu maka harus ada alasan dibalik itu semua, Salim” Qutub berusaha menghibur Salim, ketika mereka sampai dipasar, Salim melihat ada Anarkali dikios penjual gelang, Salim tersenyum melihatnya, Salim segera mendekati Anarkali kemudian membekap mulutnya dan membawanya ketempat yang agak sepi, Anarkali sangat terkejut begitu tau kalau orang yang membekapnya itu adalah Salim, Anarkali tersenyum kearah Salim, mata mereka berdua saling memandang satu sama lain “Kamu seharusnya tidak datang kesini, aku harus pergi” Salim langsung mencengkram lengannya ketika Anarkali hendak meninggalkan dirinya dan berkata “Aku datang kesini bukan ingin ketemu dengan kamu akan tetapi takdirlah yang mempertemukan kita, aku ingin melihat wajahmu maka takdirlah yang membuatku bertemu denganmu, mengapa kamu menulis disurat bahwa aku harus melupakanmu ? Aku tidak bisa JA logo 100melupakanmu, dihari aku melupakanmu adalah ketika dihari aku mati” Anarkali menghentikan ucapan Salim dengan menutup mulutnya dengan tangannya “Salim, aku mohon jangan buat masalah !”, “Masalahku adalah bahwa aku mencintaimu dan aku tidak bisa berbuat apa apa”, “Tapi aku suka ketika kamu menemui Mariam Uz Zamani” Salim kaget mendengar ucapan Anarkali “Bagaimana kamu bisa tahu ?”, “Aku mengetahui semuanya tentang kamu karena aku perhatian dengan kamu” Salim tersenyum “Aku senang mengetahui bahwa kamu terus memperhatikan aku, kamu peduli denganku” Anarkali tersenyum malu dan ketika Anarkali mau pergi meninggalkan Salim, Salim mendorongnya agar lebih dekat dengannya “Biarkan aku melihatmu sebelum aku pergi, aku mohon” Anarkali menoleh dan melihat kearahnya, Salimpun tersenyum.

Dihalaman istana Jodha dan Jalal sedang berjalan jalan dihalaman sambil saling bergandengan tangan “Aku akan segera pergi, maka aku tidak bisa lagi menghabiskan waktuku bersamamu”, “Kamu akan segera kembali setelah memenangkan peperangan, Yang Mulia” Jalal memegang tangan Jodha lembut “Aku harus melakukan perang ini yang aku tahu bahwa ini adalah benar”, “Jangan khawatir, Yang Mulia ... Tuhan bersama mereka yang berada pada jalur yang benar, aku yakin bahwa kamu akan menang dalam perang kali ini” Jodha meyakinkan Jalal “Perang ini juga ujian buat kamu, Ratu Jodha”, “Bagaimana bisa ?” Jodha merasa heran “Ketika aku pergi berperang, aku ingin kamu mengambil alih semuanya disini, kamu harus memutuskan sesuatu seperti aku, kamu harus melakukan keadilan”, “Aku akan bertanggung jawab untuk itu, Yang Mulia” Jodha mencoba meyakinan Jalal “Jika ada sebuah masalah, pergilah ketempat dimana kamu bisa mengambil keputusan maka kamu harus kuat dan tangguh dalam memutuskan sesuatu, ketika aku berada diperang, aku inging kamu yang mengurusi negara dan bangsaku, aku berada pada jalur yang benar, permasalahan akan datang tapi aku akan menghadapinya dan menang !” Jalal merasa yakin dengan takdirnya.

Salim, Murad, Qutub dan Danial sedang berada diruangan membahas bagaimana mereka akan berperang nanti “Kita seharusnya pergi menggunakan kapal” ujar Murad, “Kita seharusnya berjalan kaki saja” Salim menimpali “Pasukan kita akan kelelahan, kita seharusnya menunggang onta, aku bertanggung jawab untuk memikirkan semua ini” Murad tetap bersikeras “Sudah berapa kali kamu ikut berperang ? Aku lebih tahu daripada kamu !” Salim menantang Murad “Tapi aku yang dipercaya oleh pasukanku !” Murad juga tidak mau kalah “Aku ini besar bersama para pasukan itu, tanya pada mereka apakah aku ini benar atau salah ?”, “Aku akan membuat pasukanku sendiri ! Siapapun yang akan berperang harus menurut padaku !” Murad menjelaskan posisinya “Kamu itu tidak tahu apa apa soal perang ! Aku tidak tahu bagaimana Yang Mulia membuat kamu menjadi seorang pemimpin !”, “Cukup ! Kamu harus bekerja dibawah perintahku dan kamu harus menuruti perintahku !” Salim benar benar marah begitu mendengar ucapan Murad yang pedas ditelinganya, Murad langsung mencengkram bahu Salim dan berkata “Aku tahu bagaimana caranya membuat kamu menuruti perintahku !” Salim mendorong tubuh Murad kebelakang, Murad melawannya, mereka berdua saling memegangi tubuh mereka masing masing “Kamu telah melewati batasanmu, Murad !” tepat pada saat itu Jalal dan para menterinya memasuki ruangan tersebut dan melihat mereka berdua yang sedang beradu argumen dengan amarah mereka masing masing, Jalal mengambil dua bilah pedang yang terdapat disana dan memberikannya pada Salim dan Murad satu per satu “Apa yang kalian lakukan ? Ayoo sekarang kalian bisa saling membunuh satu sama lain !” namun Salim dan Murad hanya diam saja tidak bergeming “Aku sangat terkejut melihat kalian berdua anak anakku, jika kalian berdua saling bertengkar satu sama lain maka siapa yang akan menang melawan musuhku ? musuhku akan menang tanpa melakukan perlawanan apapun, bagaimana kalian bisa lupa ? Bahwa mereka mengincar keluarga kita dengan mata jahat mereka dan kita harus menjawab tantangan mereka !” Jalal marah pada kedua anak laki lakinya ini “Aku minta maaf, Salim” Murad mencoba berbesar hati meminta maaf pada Salim, kemudian Jalal menyuruh mereka berdua pergi, anak anak itupun pergi meninggalkan ruangan tersebut, tanpa mereka sadari ternyata Hamida sempat melihat pertengkaran dan amarah Jalal pada anak anaknya, Hamida sangat terkejut, sedangkan Jalal khawatir akan hubungan persaudaraan Salim dan Murad.

Dikamar Hamida, Hamida sedang termenung sambil memikirkan cucu cucunya, tak lama kemudian bibi Gulbadan menemuinya “Kakak, sedang apa kamu disini ? Lihat cuaca diluar, sepertinya badai akan segera datang”, “Aku juga ingin menghentikan badai ini, Gulbadan” kemudian Hamida menceritakan pada Gulbadan secara rahasia tentang rencananya menghentikan perang.

Narator : “Ratu Hamida mencoba mencegah perang yang akan segera berlangsung namun dirinya telah membawa badai yang lain dalam istananya sendiri”

Dikamar Jodha, Jodha sedang berdoa untuk Dewa Kahnaa, ketika sedang berdoa tiba tiba Hamida datang dan menutupi api Diya, Jodha memberikan salam pada ibu mertuanya ini dan berkata “Ibu adalah sebuah contoh, bagi ibu berdoa pada Tuhan maupun Dewa Kahnaa itu sama saja”, “Kamu benar, Jodha ... tapi ibu ingin bertanya sesuatu sama kamu” Hamida tampak serius “Apa itu ibu ?”, “Kamu bilang bahwa berdoa pada Tuhan dan Dewa Kahnaa itu sama saja kan ? Dan kamu menyetujuinya kan ?” Jodha menganggukkan kepalanya “Mungkin ibu terlalu banyak meminta tapi ini penting !” sesaat Hamida terdiam “Aku ingin kamu merubah agamamu, Jodha ... terimalah Islam sebagai agamamu” Jodha benar benar kaget mendengar ucapan ibu mertuanya “Ibu ? Apakah ini ibu yang mengatakannya ? Bukankah ibu telah menghentikan aku melakukan ini ?” Jodha tidak percaya kalau Hamida yang mengatakan hal ini “Ibumu memang telah menghentikan kamu tapi hari ini Mariam Makani yang memintamu untuk merubahnya, aku harus bertanggung jawab untuk mempersatukan kembali keluargaku dan hari ini keluargaku tercerai berai, saudara saling bertengkar satu sama lain, seorang ayah dan anak laki lakinya saling bermusuhan, hubungan kita dengan negara Iran juga sudah mulai berubah, banyak orang mungkin akan mati dalam peperangan ini tapi dengan satu keputusan dari kamu maka semuanya akan terselesaikan dengan baik, aku mohon Jodha ...terimalah Islam sebagai agamamu” Hamida memohon pada Jodha agar Jodha mau merubah agamanya “Tapi nanti apa yang akan Yang Mulia katakan, ibu ?”, “Yaa mungkin dia akan kesal dengan kamu dan juga aku tapi coba kamu pikirkan dengan kamu merubah agamamu maka semuanya akan baik baik saja, Jodha ... Salim akan mendapatkan tahtanya, hubungan Khanum dengan pangeran dari Iran akan dirajut kembali, kita akan mempunyai hubungan yang baik dengan negara Iran, rakyat kita tidak akan mati, ibumu meminta sesuatu padamu untuk pertama kalinya sepanjang hidupku, Jodha” Hamida benar benar serius meminta pada Jodha, Hamida meminta pada Jodha agar menyelamatkan keluarganya “Aku melipatkan kedua tanganku didepan dada memohon kepadamu Jodha agar kamu bersedia menerima permintaanku ini” ujar Hamida dengan perasaan yang sedih bercampur haru “Ibu, tanganmu hanya untuk memberikan restu, tidak untuk meminta seperti ini” Jodha mencium tangan Hamida lembut sambil menangis lalu menoleh kearah patung dewa Krisna “Jangan khawatir, ibu ... aku akan menerima Islam sebagai agamaku” Hamida terharu dan memeluk Jodha erat “Aku tahu kalau kamu itu pasti tidak akan mengecewakan ibu, ibu akan menyiapkan upacaranya, tapi ibu minta kamu jangan mengatakan hal ini pada siapapun” ujar Hamida kemudian pergi meninggalkan Jodha dengan perasaan senang sementara Jodha malah menangis pilu.

Dikamar Salim, Danial menemui Salim dikamarnya “Salim, aku ingin bicara denganmu”, “Kamu datang kesini apakah juga ingin mengejek aku ?” Salim nampak masih marah “Aku hanya ingin mengatakan bahwa Murad itu tidak bersalah, dia tidak pernah ingin menjadi calon Raja tapi kamu menghina dia, kamulah yang memulai semua ini” Danial mencoba memberikan pengertian ke Salim “Lalu apa yang telah kalian berdua lakukan ? Apakah kalian lupa bahwa aku ini kakak tertua kalian, aku bisa saja menunjukkan kemarahanku pada kalian semua tapi tahta itu telah membuatnya jadi sangat sombong dan dia lupa bahwa aku ini adalah saudaranya” Salim berusaha meredam amarahnya “Aku tidak terluka kalau dia menjadi calon raja, aku terluka karena kalian berdua telah melupakan hubungan persaudaraan kita”, “Kamulah yang telah melupakan hubungan persaudaraan kita, kamu lupa bahwa kamu akan menikahi Maan Bai dan kamu malah menjalin hubungan dengan seorang penari dengan menemuinya, aku melihat kalian berdua dipasar tadi” Danial menunjukkan rasa tidak suka dengan perlakuan Salim yang terlalu perhatian ke Anarkali “Itu tidak sengaja, kebetulan waktu itu dia ada dipasar dan aku juga datang kesana, aku memang tidak bisa menghentikan diriku sendiri untuk tidak bertemu dengannya” Salim membela diri “Lalu bagaimana dengan Maan Bai ?”, “Aku harus mengatakan padamu, Danial bahwa aku hanya mencintai Anarkali, aku tahu kamu itu sahabatnya Maan Bai makanya kamu sangat mengkhawatirkannya tapi aku jatuh cinta pada Anarkali dan aku tidak bisa menghentikan diriku sendiri untuk tidak bisa bertemu dengannya, kamu bisa mengeluhkan hal ini ke Yang Mulia” ujar Salim lalu meninggalkan Danial seorang diri.

Dikamar Jodha, Jodha sedang termangu menatap patung dewa Krisna, tak lama kemudian Jalal datang menemuinya “Ratu Jodha, aku datang kesini untuk mendengarkan Bhajan yang biasa kamu nyanyikan dengan suara merdumu itu, apakah kamu bisa melakukannya sekarang untukku ?” Jalal memintanya dengan senyum yang mengembang diwajahnya sambil menatap istrinya penuh cinta “Aku akan menyanyikan Bhajan ini untuk yang terakhir kalinya” bathin Jodha dalam hati, Jodha kemudian duduk didepan patung dewa Krisna sementara Jalal duduk diujung tempat tidur dibelakang Jodha, Jodha melakukan sedikit ritual sebelum menyanyikan Bhajan kemudian Jodha menyanyikan Bhajan sambil menangis, Jalal yang tidak tahu apa yang sedang dialami oleh Jodha, tersenyum senang begitu mendengar suara Jodha yang merdu, hingga akhirnya ketika nyanyian Bhajan selesai, Jodha masih saja menangis, Jalal kaget dan segera mendekatinya “Ada apa Ratu Jodha ? Kenapa kamu menangis ?” Jodha merebahkan kepalanya didada Jalal, Jalal segera memeluknya sambil memikirkan sesuatu “Tidak apa apa, Yang Mulia ... hanya saja ketika aku menyanyikan Bhajan, aku selalu terharu” Jodha berusaha menutupi perasaanya didepan Jalal.

Pada malam harinya, Jodha masih saja termenung sambil menatap kearah patung dewa Krisna dengan perasaan sedih, tak lama kemudian Moti datang menghampirinya dengan pakaian muslim untuk Jodha “Jodha, kenapa kamu melakukan semua ini ?” Moti tidak percaya kalau Jodha akan merubah agamanya “Jika dengan merubah agamaku, aku bisa menyelamatkan semua orang maka biarkan aku mengubahnya, aku telah melahirkan Salim, seharusnya haknya tidak direnggut begitu saja, aku harus memastikan itu, oleh karena itu sebagai ibu dan sebagai Ratu India aku harus mengambil langkah ini” ujar Jodha sambil menangis kemudian Jodha mendekati patung dewa Krisna “Kahnaa, menyanyikan Bhajan atau mendengarkan Azan itu sebenarnya sama, kita berdoa pada Tuhan dari hati, tidak ada perbedaan antara Al Qur’an dan Geeta, rasanya semuanya sama” Moti sedih melihat penderitaan Jodha yang tidak pernah berakhir “Kahnaa, berilah aku kekuatan untuk mengikuti keputusanku sendiri, kamu bilang bahwa lakukanlah hal yang terbaik dan jangan pernah berfikir tentang imbalannya, jika kamu berfikir bahwa apa yang aku lakukan ini tidak baik maka aku mohon ampunilah aku tapi untuk anakku dan untuk rakyatku, aku akan mengambil langkah ini” ujar Jodha kemudian menghampiri Moti dan mengambil baju muslim tersebut. Sinopsis Jodha Akbar episode 487 by Sally Diandra

Bagikan :
Back To Top